Postingan kali ini merupakan hasil dan kesimpulan suatu diskusi ringan ndak ilmiah yang di lakukan beberapa subyek orang ndak ada kerjaan (termasuk saya ) di warung kopi yang berada di dekat komplek tempat kerja saya. Aslinya sih ndak niat diskusi (daripada garing nggak ada yang di omongin), karena niatnya cuma pingin ngobrol sambil nungguin hujan reda sambil ngopi ditemani sugguhan roti bakar yang hangat dengan berbakal lesehan kaki lima…
Subyek A tiba2 nyeletuk : “Rasulullah pernah mewanti-wanti agar penampilan beliau secara fisik tidak usah dilukiskan. Hanya perilaku beliau saja yang boleh disebarluaskan. Di buku-buku cerita anak-anak sosok beliau digambarkan oleh sebuah lingkaran putih bertuliskan “Muhammad” dalam abjad Arab.”
Subyek B menambahi : “Masuk akal memang. Penggambaran fisik hanya akan menimbulkan hal-hal seperti penyembahan pada manusia yang menjurus pada pemribadian Tuhan ataupun penghambaan dalam bentuk lain yang sangat tidak perlu sebenarnya.”
Subyek C mengajukan dukungan argument : “Tapi toh dengan wanti-wanti itu pun tetap saja (sebagian) umatnya meniru beliau secara fisik. Janggut yang dipanjangkan, penutup kepala yang selalu menemani, serta celana yang kecongklangan. Betul-betul mislokasi. Bukannya itu. Bukan bentuk badan beliau, bukan penampilan beliau, bukan pula gaya berpakaian beliau. Tirulah akhlaknya, santunnya, arif dan bijaksananya, juga senyumnya yang hangat dan menyejukkan hati. Itulah yang diharapkan oleh Rasul sebetulnya.”
Subyek D, meng-counter diskusi : “Lho, piye tho….Bukannya jangut yang dipanjangkan itu ada dalam hadist ya?”
Subyek E sok bijak, ikutan ngasih gagasan : “memang benar Man, meniru akhlak dan aqidahnya lebih penting daripada penampilan, tapi nggak salah kalo meniru penampilan juga , seorang penggemar pasti akan sedikit atau banyak meniru idolanya, bukan begitu? . Iya emank, ada koq dalam hadits, kalo nggak salah dulu ceritanya untuk membedakan antara kafir sama muslim waktu perang.”
Subyek A (saya ), dengan gaya sok tau : “Sekarang udah bukan jaman perang lagi kan? Kalau saya sih alasan pragmatis saja. Jenggot yang terlalu panjang justru kurang rapi. Dan bukankah menjaga kebersihan (dan kerapihan) adalah sebagian dari iman?”
Dan diskusi ndak ilmiah tersebut akhirnya berlangsung lama, dan mulai melebar kemana2, tapi ndak keluar dari tema awal yaitu tentang kultus dan penghambaan. Ok, saya simpulkan saja kelanjutan isi diskusi tersebut menurut bahasa saya sendiri..
In mind, bahwa saya tidak menyalahkan atau mendukung mereka yang memanjangkan janggutnya dan memotong celananya di atas mata kaki. Saya menghormati pilihan masing-masing individu, selama niatnya tersebut adalah untuk mencari sujud di hadapan Allah ta’ala.
Hanya saja, mempermasalahkan soal fisik dan appearance beliau punya beberapa “disadvantages“. Dengan menggolong-golongkan mereka yang memanjangkan janggot dan mereka yang tidak memanjangkan janggot, dengan mengelompokkan antara mereka yang memotong celananya dengan mereka yang tidak, pada akhirnya malah akan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Apalagi, dasar yang digunakan adalah hadist, dan sebagian besar adalah dari riwayat. Kita tentu tahu bahwa ada sebagian hadist yang sahih. Tapi ada juga sebagian yang dhoif (diragukan), atau bahkan palsu. Begitu pula dengan riwayat. Ada sebagian golongan yang menganggap hadist/riwayat X “lebih utama” daripada hadist/riwayat Y. Pada akhirnya, lagi-lagi soal ini akan menimbulkan pengkotak-kotakan dan perpecahan di kalangan umat Islam.
Oleh karenanya, saya menyerukan agar (lebih baik) kita selalu meniru akhlak beliau. Kita tentu tahu bahwa Rasul adalah diibaratkan sebagai Al-Qur’an yang berjalan. Segala perilaku dan tindakan beliau adalah didasarkan pada Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu sendiri (karena langsung dari Allah ta’ala), sifatnya un-debatable. Golongan A maupun golongan B akan sama-sama menganggap Al-Qur’an adalah utama. Beda halnya dengan hadist atau riwayat.
Kalau semuanya didasarkan pada akhlak yang mulia, dan landasan hukumnya adalah Al-Qur’an yang dimaknai dan difahami secara komprehensif, saya percaya kok umat Islam akan menjadi umat yang terpandang, dimuliakan, dan tidak melulu tertindas serta terpuruk seperti sekarang.
Saya sefaham bahwa setiap apa yang dilakukan Rasul selayaknya juga kita ikuti –walaupun tidak harus selalu dijiplak secara mentah-mentah. Perlu dilihat juga asbabul nuzul maupun situasi dan kondisi saat itu serta bagaimana korelasinya dengan masa kini. Kalau diambil mentah-mentah, ngapain Anda sekarang buka internet? Ngapain Anda naik motor/mobil? Kenapa nggak pakai unta saja? Jaman dulu belum ada internet dan kendaraan bermotor kan?
Sekali lagi, adalah jauh lebih penting dan make sense untuk membiasakan diri berakhlak mulia, bersikap selalu arif dan bijaksana, daripada sekadar (maaf) meniru dan mengurusi hal-hal remeh seperti penampilan fisik. Rasulullah mengajarkan kita menjadi orang ISLAM bukan orang ARAB.
Namun di sisi lain saya juga punya pikiran yang kontras. Apakah rapih, apakah bersih, nilai universal ini yang kadang saya juga mempertanyakan. Rapih menurut orang barat, sepertinya beda dengan orang timur, debu atau tanah memang tidak bersih namun suci. ……….., Jadi kalo kita kaitkan dengan budaya, berjanggut bukan berarti tidak rapih, atau tidak bersih. Dan toh ada baiknya kalau kita memang menunjukkan bahwa kita adalah orang islam, dengan menunjukkan nilai-nilai islam yang selalu positif bahkan jika dipandang secara universal.
Saya hanya ingin mengemukakan pendapat, BUKAN MENGGURUI. Silakan di-counter kalo ada yang keliru
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.