Saya baru saja berdiskusi dengan seorang teman. Teman saya ini meyakini bahwa sikap hidup positif itu adalah segalanya dalam kehidupan ini. Bahwa bagaimana kita melihat gelas setengah penuh bukan setengah kosong adalah lebih penting daripada kenyataan sebenarnya bahwa gelas itu setengah penuh atau setengah kosong.

Dalam perjalanan kehidupan kita diwarnai banyak perasaan yang berselang-seling antara rasa bahagia, sedih, marah, ‘mood’ yang jelek, ‘sumpek’, bingung, ‘judek’ – kata orang pikiran penat karena tekanan pekerjaan serta rasa-rasa lain. Sesuatu yang kadang membuat kita menjadi semangat melakukan sesuatu, berjalan kencang. Namun kadang harus berhenti karena malas atau putus asa untuk melakukannya.

Saya setuju sekali bahwa sikap positif itu penting. Dan sikap positif itu akan membuat kita menjadi kuat. Tapi yang lebih penting sebetulnya adalah perubahan positif. Saya kira perubahan positif lebih penting daripada sikap positif. Karena kalau kita tidak berubah hanya mempunyai sikap yang positif maka dalam kehidupan kita juga tidak akan pernah terjadi perubahan yang signifikan.

Tapi inilah perubahan yang harus kita terima, karena dalam kehidupan selalu terjadi perubahan. Hidup ini lebih ‘fragile’, tidak pasti, semuanya bisa terjadi. Segalanya mungkin terjadi, dan semuanya saling berkaitan, maka kita harus siap menghadapi apapun yang ada di dalam kehidupan kita.Banyak hal tidak dapat lagi kita gantikan atau tidak dapat kita atasi karena itu adalah kejadian alam yang memang di luar kekuasaan kita. Maka kita sendiri yang harus men-adjust atau menyesuaikan diri menghadapi semua perubahan yang terjadi itu.

Ketika kita masih kecil, kita selalu berharap, “Kalau saja nanti saya SMP/SMA waduh saya bisa naik sepeda/sepeda motor sendiri. Sekolah alangkah nikmatnya.” Ketika sudah SMP/SMA kita berpikir, “Kalau aku jadi mahasiswa, pasti keren. Bisa pacaran.” Maka kita mengharap dan mengharap dan mengharap jadi mahasiswa.

Ketika kita diterima di universitas, kita senang. Begitu jadi mahasiswa kita berpikir, “Kapan ya kita lulus. Setelah diwisuda aku bisa bekerja.” Maka kita terus berpikir seperti itu. Terus mengharapkan wisuda. Setelah lulus kuliah diterima bekerja.

Tanpa terasa waktu berjalan. Tiba-tiba kita sudah sampai pada ujung kehidupan. Kita sudah menjadi tua renta dan pensiun. Dan kita tiba-tiba sadar, karena kita belum pernah benar-benar hidup.

Dalam kehidupan kita, ada kata hidup dalam kata kehidupan itu. Maka kita sebenarnya bukan berkeinginan untuk mencapai titik ujung kehidupan. Karena di titik ujung yang paling sana adalah kuburan. Sedang di titik ujung sebelah sini adalah kelahiran. Dari saat kita lahir sampai kita meninggal ada kehidupan.

Kadang-kadang kita perlu berdiam sejenak untuk merenungkan kembali prioritas hidup kita. Kita tidak mungkin berharap semuanya baik. Semuanya sempurna. Karena hidup ini adalah merupakan sebuah pilihan.

Kita tidak bisa menginginkan semuanya menjadi bagus untuk kehidupan kita. Ada yang bagus di sisi sana, kurang bagus di sisi sini. Selalu ada yang dikorbankan. Ketika segala sesuatunya menjadi tidak masuk akal dan kita merasa tertekan.Ketika kita pikir bahwa kita sudah mencoba segalanya dan tidak tau hendak berbuat apa lagi. Tuhan punya jawabannya. Tuhan Tahu. semua ada waktunya. semua indah pada waktunya. Tuhan takkan terlambat. juga takkan lebih cepat.

Yang jagoan itu bukan yang menang. Yang kuat itu bukan yang gak nangis. Yang hebat itu bukan yang bisa apa-apa sendirian. Yang jagoan, yang kuat, dan yang hebat itu adalah yang bisa ikhlas.

Dan sebagai penutup postingan kali ini, saya ingin menyertakan quote yang bagus ini.

Dan Ingatlah : Serahkanlah kuatirmu pada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau. Tidak untuk selama-lamanya dibiarkanNya orang sabar itu goyah.

Menjalani Pilihan