Tadi pagi sebelum berangkat kerja, tetangga sebelah rumah mengirimkan sejumlah singkong seraya berucap terima kasih, Nah, tetangga saya ini sehari-harinya adalah seorang pedagang pasar dan di sela-sela kesibukannya ia memang suka dengan bercocok tanam di sebuah lahan belakang rumahnya, tetapi saya sangat salut dengan kesederhanaan beliau dan tiada banyak orang yang mengira kalo tetangga saya ini, yang tiap malam sampai dini hari berjualan di pasar, adalah seorang PNS di sebuah instansi pemerintah, di departemen agama tepatnya. Ini adalah ketiga kalinya dalam setahun tetangga saya mengirimkan singkong. Jumlah yang diberikannya selalu lebih banyak dari sebelumnya. Kadang-kadang sayapun merasa aneh, aneh, karena tiap kali panen singkong mereka selalu membaginya dengan saya, terlebih lagi selalu mengucapkan terima kasih, seharusnya yang berterimakasih itu yang diberi singkong kan? yaitu saya. Pagi tadi saya beranikan diri bertanya “Kenapa tiap kali panen, abah selalu membaginya dengan saya?”. Tahu apa jawabannya?

“Terima Kasih karena kala itu pernah memberikan saya sejengkal batang singkong!!!!.batang itu saya tanam menjadi 1 buah pohon singkong yang kemudian pohonnya saya potong menjadi 10 jengkal batang singkong, Saya tak tahu bagaimana bisa membalas kebaikan itu, selain membagi hasil panen singkong ini”.

Seketika itu dalam benak saya secara spontan berfikir seperti ini. “Inikah bukti Janji Tuhan?. “Bersedekahlah kamu maka tuhan akan menggandakannya menjadi 10 kali lipat”. Yah…memang contoh diatas hanyalah singkong, tapi tanpa disadari bahwa sejengkal batang singkong telah mengajarkan keikhlasan. Saya bisa menyimpulkan ini, karena anda maupun saya mungkin menganggapnya “tidak berharga”, sehingga tak ada sedikitpun rasa sesal ketika kita memberikan “sejengkal batang singkong”. Bisa jadi inilah salah satu alasan mengapa “Tuhan belum mengganti” harta yang disedekahkan karena kita belum mampu tulus dan ikhlas. Masih ada ganjalan, berupa “wah kalau seandainya tidak aku sedekahkan, bisa aku pakai buat beli bla bla bla  nih”.

Pelajaran yang bisa diambil lagi dari cerita singkong diatas adalah, bagaimana sang tetangga itu bersyukur, dan cara dia bersyukur adalah membagi hasil dengan yang telah memberikannya sejengkal batang singkong. “Ah itu kan cuman singkong, membagi hasil panen ke orang lain tak akan membuatnya rugi, coba kalau duit mungkin juga tidak akan mau berbagi”. Apakah ada yang berpikiran seperti itu?….Sepertinya orang yang berfikir seperti ini adalah orang yang jarang bersedekah harta karena berkonsep untung rugi, kalaupun bersedekah, Tuhan memilih untuk menunda melipat gandakan rizkinya. Tuhan baru akan melipatkannya setelah dia ikhlas, seikhlas mensedekahkan “sejengkal batang singkong”.

Dari pengalaman ini saya mengambil hikmah. Betapa indahnya dunia jika kita mampu bersedekah mengikuti filosofi “sejengkal batang singkong”, menyisihkan sedikit harta dan memberikannya seikhlas layaknya sejengkal batang singkong.

Singkong dari abah