Akhir akhir ini memang tanpa saya sadari entah kenapa saya sering shalat berjamaah walaupun dulu jarang…..yang masih teringat dalam benak saya adalah saya melihat orang yang “tidak lebih kuat daripada saya” (beliau memang cacat secara fisik) selalu datang ke masjid dengan jarak rumah yang cukup jauh…dan beliau selalu datang ke masjid dengan jalan kaki. Yang saya maksud dengan “tidak lebih kuat daripada saya” adalah dia ternyata menderita sakit, dia akan merasa kesakitan jika dia menekuk kakinya atau berjalan dengan jarak yang cukup jauh….

Ketika salat berjamaah dengannya dan ketika dia ada disampingku, dia seperti meringis menahan rasa sakit ketika duduk “tawaruk dan iftirasy”. Saya tidak tahu dia sakit apa, tapi melihat usahanya untuk shalat seperti halnya orang biasa dan menahan rasa sakit adalah hal yang luar biasa. Bisa dibayangkan, ketika orang duduk tawaruk/iftirasy (dalam shalat) bagian pangkal paha kiri biasanya bertumpu pada kaki/lantai, tapi tidak dengan si bapak ini…dia tidak bisa duduk tawaruk/iftirasy jadi dia dalam posisi tawaruk/iftirasy tapi tidak sedang duduk, pangkal paha-nya tidak menempel pada lantai/kaki tapi terangkat ke atas dan dia meringis (seperti menahan sakit). Dan bisa dibayangkan ini terjadi tiap kali dia shalat..seisi masjid pernah menegurnya agar salat dengan selonjor saja tapi dia bilang bahwa dia masih kuat…subhanallah…

Terlebih setelah selesai shalat dia selalu berkeringat, terlihat letih mungkin karena menahan posisi duduknya. Mungkin hal inilah yang membuatku “tidak ingin kalah” dalam berlomba-lomba untuk mendapatkan pahala kalau orang seperti ini bisa kenapa saya yang masih sehat merasa enggan?

Oleh karenanya, selagi saya bisa saya mencoba untuk berjamaah di masjid..walaupun mata serasa ngantuk dan begadang bekerja semalaman…

Semoga aku bisa….

“No matter how hard is our life rite now, if we decided to fight for it instead of running, pada akhirnya kita akan mengagumi jalan hidup kita”, sejatinya setiap tindakan mempunyai tujuan pada akhirnya. Ingat bahwa kita bisa melakukan apapun yang kita pikiran. Kita mampu mengatur jika kita mau dan bersedia melewati proses, seperti ketika kita belajar berdiri, seperti ketika kita belajar berjalan. Kita tidak perlu menunggu orang lain untuk memotivasi kita, kita perlu memotivasi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal melakukan kebaikan kepada Allah.

Memang kita harus selalu belajar dari orang lain karena itu akan menjadi bekal buat kita ya, termasuk seperti apa yang saya pelajari dari bapak tua yang cacat tadi, yang harus mengaduh kesakitan hanya demi menunaikan perintah Allah, yaitu shalat berjamaah subuh di masjid dengan tepat waktu. Menerima kenyataan yang terjadi adalah obat mujarab untuk rasa sakit yang dialami manusia. Kalau kita memaksa untuk mengubah sesuatu yang tidak bisa kita ubah, atau kita melarikan diri dengan menghindari kenyataan yang ada, kita akan semakin menyakiti diri sendiri…kita akan semakin jauh tenggelam dalam penderitaan batin yang berkepanjangan..

Terimalah itu sebagai kenyataan.. Bukan hanya kita saja yang menderita.. Orang lain bisa mengalami hal yang sama seperti yang kita alami. Tergantung sikap hati kita.. Tergantung menyerahan hati kita kepada Tuhan..Tergantung semangat hidup kita untuk tetap memandang jauh ke depan..

Kecacatan adalah sebenarnya ketika kita mulai berputus asa…

Hidup ini harus dihadapi, hidup itu memang penuh masalah ya begitulah … Kita cuma mengembara di alam dunia untuk menjalani berbagai kenyataan dan menemukan makna dari segala hal kenyataan itu. Hmmm kata orang bijak sejelek jeleknya “sesuatu” yg menimpa kita, pasti ada sisi “kebaikkannya” asal kita bisa mengambil hikmahnya, yang nantinya harus kita share dan kita bagi kepada orang lain.

Setiap langkah hidup saya adalah anugerah, hal ini menurut pendapat saya pribadi. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini. Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain. Nilai manusia tidak ditentukan dengan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup. Kekayaan manusia bukan apa yang ia peroleh, melainkan apa yang telah ia berikan.

Yang Jiwanya dibeli Allah